Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh utama dalam sejarah kebangkitan nasional Indonesia. Sebagai seorang pemimpin Sarekat Islam (SI), ia tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir politik dan penggerak sosial, tetapi juga sebagai seorang pemikir spiritual yang mendalam. Salah satu karya puncaknya yang merefleksikan kedalaman pemikiran spiritual dan filosofisnya adalah Memeriksai Alam Kebenaran, sebuah karya yang menggali hakikat kebenaran, manusia, dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Gusti Allah. Buku ini tidak sekadar berbicara tentang aspek intelektual dari kebenaran, tetapi juga menyoroti dimensi spiritual yang menjadi inti dari pembentukan karakter manusia sebagai hamba Allah yang sejati.
Sholat sebagai Karakter Manusia Penembah Gusti
Salah satu inti pemikiran dalam Memeriksai Alam Kebenaran adalah tentang sholat sebagai manifestasi dari karakter manusia penembah Gusti. Tjokroaminoto memandang sholat bukan hanya sebagai kewajiban ritual dalam Islam, tetapi sebagai jalan pembentukan karakter manusia yang sejati—manusia yang tunduk, patuh, dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Sholat, dalam pandangan Tjokroaminoto, adalah proses internalisasi nilai-nilai ketuhanan dalam diri manusia, yang kemudian tercermin dalam sikap hidup sehari-hari.
Tjokroaminoto menjelaskan bahwa sholat adalah sarana utama bagi manusia untuk membangun kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Sholat bukan sekadar bacaan dan gerakan fisik, tetapi merupakan proses penyatuan antara hati, pikiran, dan tindakan. Ketika seseorang mendirikan sholat dengan penuh kesadaran dan kekhusyukan, maka ia sejatinya sedang membangun karakter sebagai insan kamil—manusia paripurna yang hidup dalam keteraturan dan ketundukan kepada aturan Allah.
Dalam sholat, seseorang diajarkan untuk:
1. Mengakui keesaan Allah – Melalui takbir dan bacaan sholat, manusia mengakui bahwa tidak ada kekuatan lain selain kekuatan Allah.
Menjaga ketertiban dan kedisiplinan – Sholat yang dilakukan dengan tepat waktu dan tertib melatih manusia untuk hidup teratur dan penuh tanggung jawab.
2. Menjaga hubungan dengan sesama manusia – Dalam sholat berjamaah, manusia diajarkan untuk hidup dalam kebersamaan dan persaudaraan, tanpa memandang perbedaan sosial, ekonomi, atau politik.
3. Mengendalikan hawa nafsu – Dengan berdiri, ruku’, sujud, dan tasyahud, manusia diajarkan untuk menundukkan diri di hadapan Allah dan menahan diri dari dorongan nafsu duniawi.
4. Menguatkan mental dan spiritual – Melalui doa dan dzikir dalam sholat, manusia membangun ketenangan batin dan kekuatan spiritual dalam menghadapi ujian kehidupan.
Tjokroaminoto menekankan bahwa manusia yang benar-benar memahami dan melaksanakan sholat secara khusyuk akan menjadi manusia yang memiliki karakter kuat, tangguh, dan penuh ketundukan kepada Allah. Sholat membentuk kepribadian yang seimbang antara dimensi spiritual dan sosial, antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosial.
Sholat sebagai Jalan Menuju Kebenaran Sejati
Tjokroaminoto memandang sholat sebagai sarana untuk membuka jalan menuju kebenaran sejati. Sholat adalah proses penyucian diri dan penyelarasan diri dengan fitrah manusia sebagai makhluk Allah. Dalam sholat, manusia berikrar bahwa hidup dan matinya adalah semata-mata untuk Allah:
"Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al-An'am: 162)
Melalui sholat, manusia diarahkan untuk memurnikan niat, mengendalikan hawa nafsu, dan menghilangkan egoisme. Ketika manusia berhasil menundukkan dirinya dalam sholat, ia akan mampu menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan kehadiran Allah (ihsan) dan mengimplementasikan nilai-nilai kebenaran dalam setiap tindakan.
Tjokroaminoto juga menghubungkan makna sholat dengan prinsip ketundukan dalam kehidupan sosial dan politik. Ia menegaskan bahwa seorang pemimpin sejati adalah mereka yang mampu menegakkan sholat, karena dari sholat itulah muncul keteladanan, kedisiplinan, dan keadilan dalam memimpin. Sebagaimana sholat mengajarkan keteraturan dan kepatuhan pada aturan Allah, seorang pemimpin yang sholatnya benar akan mampu menata kehidupan masyarakat dengan adil dan bijaksana.
Integrasi Spiritual dan Sosial dalam Sholat
Selain sebagai sarana penguatan spiritual, Tjokroaminoto melihat sholat sebagai fondasi dalam membangun masyarakat yang berkeadilan. Sholat bukan hanya membentuk hubungan vertikal (habluminallah) antara manusia dan Allah, tetapi juga memperkuat hubungan horizontal (habluminannas) antara sesama manusia.
Dalam sholat berjamaah, terdapat pelajaran tentang kesetaraan dan kebersamaan. Semua makmum berdiri sejajar, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau kekuasaan. Imam bertindak sebagai pemimpin yang diikuti makmum, tetapi imam juga terikat dengan aturan dan bacaan sholat yang tidak boleh ia langgar. Dalam konteks sosial dan politik, sholat berjamaah mencerminkan prinsip keadilan, kebersamaan, dan ketundukan pada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Tjokroaminoto menyampaikan bahwa jika prinsip-prinsip sholat ini dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka akan tercipta masyarakat yang harmonis, adil, dan berkeadaban. Ketundukan pada Allah dalam sholat akan membentuk pribadi-pribadi yang jujur, amanah, dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Melalui Memeriksai Alam Kebenaran, HOS Tjokroaminoto menawarkan pandangan mendalam tentang makna sholat sebagai karakter manusia penembah Gusti. Sholat tidak hanya dipandang sebagai kewajiban ritual, tetapi sebagai proses pembentukan karakter yang melahirkan manusia yang tunduk pada Allah, memiliki integritas moral, dan mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan sosial yang adil dan harmonis.
pemikiran Tjokroaminoto, sholat adalah jalan menuju kebenaran sejati—kebenaran yang bersumber dari Allah dan tercermin dalam setiap aspek kehidupan manusia. Ketika sholat ditegakkan dengan kesadaran dan ketundukan yang hakiki, maka akan lahir manusia-manusia yang mampu menghadirkan keadilan, kebijaksanaan, dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.